Jumat, 20 September 2019

Cerpen Jalan Kenangan

Jalan Kenangan


        Air mataku tak terasa berlinang saat kulihat jalan kecil berliku dan tanjakan panjang dengan kemiringan sekitar 70 derajat, aku menerawang jauh ke masa lalu saat usiaku 12 tahun…..Tiba-tiba ibuku menatap tajam dan berucap lirih, “Jalan ini punya cerita dalam episode hidupmu, Nak!.  Tersimpan makna hidup, keikhlasan, kerja keras, kesabaran, dan keprihatinan serta kesungguhan…. 
Ya...sepanjang jalan yang kulewati ini memang mensyaratkan cerita dan kenangan yang tak akan pernah kulupakan.  Karena dari situlah aku belajar untuk pertama kali terntang makna berjuang.
“Ayo bangun, Nak!...saatnya kamu bersiap di hari pertama sekolah di SMP” Elusan halus dan suara lirih itu membangunkanku di pagi buta.   “Hemmm...ya bu,..sebentar bu…” aku menggeliat sambil melirik menatap ibu penuh harap agar tidak bangun saat itu. Tapi Ibuku membujukku untuk bersegera bangun…”Ayolah..segera bangun, liat jam itu ..sudah menunjukkan pukul 03.30”...
Aku bersegera untuk bangun ….tapi aku pun merayu ibu untuk mengantarku ke jamban untuk mandi….”Anter ya bu, aku takut ke jambannya kalau masih pagi buta begini”.
Tanpa sepatah kata jawabanpun Ibu langsung mengambil lampu templok kecil di dinding rumahku dan mengajakku untuk ke jamban.  “ Ayuk, Nak….segeralah!, tadi kakakmu sendirian ke jamban...dan tidak ditemukan apa-apa...padahal kan lebih pagi bangunnya dari kamu”.  Sahut ibu ….
Aku dan kakakku...secara umur terpaut lima tahun, tapi karena kakaku masuk di usia yang cukup umur saat masuk sekolah dasar, sementara aku lebih muda umurnya sehingga sekolah kami hanya terpaut tiga tahun.  Sehingga ketika kakaku masuk tingkat SMA aku masuk tingkat SMP, dan aku selalu mengikuti jejak kakakku. Artinya, aku sekolah di sekolah yang sama dengan kakakku.
Ritual mandi dan dandan di hari pertamaku sekolah usai juga,  walau aku harus melibatkan ibu, karena rambutku yang terurai panjang selutut butuh waktu untuk dirapikan. Selain disisir dan dikepang rapi, tentu saja wajibul wajib diberi aksen pita.
Setelah shalat subuh,  kami bersiap untuk berangkat, sarapan nasi goreng rasa bawang merah yang mewangi selalu menjadi sajian pagi kami, ..walau tanpa telur dan bumbu lainnya, hemmm….. tetap mantap disantap karena nasinya yang pulen bisa dikepal-kepal dan dibentuk seperti telur; bahkan kalau gak sempet sarapan di rumah biasanya di bawa sebagai bekal, dan kadang-kadang sesampainya di jalan raya sambil nunggu mobil yang kami tumpangi penuh, kami menyempatkan untuk sarapan.
Bagi kami sarapan adalah hal wajib yang tidak boleh dilewatkan...karena kami perlu energi banyak untuk jalan kaki menempuh perjalanan panjang menuju jalan raya untuk berebut tumpangan  mobil tua yang setia membawa kami ke sekolah…
Jalan panjang yang kami lewati cukup menantang….kakakku dengan pengalaman tiga tahunnya di SMP sangat mahir meniti jalan turunan dan berliku walau dalam kondisi subuh gelap dan tentu saja sangat licin saat musim hujan.  Sedangkan aku perlu berjuang keras untuk mengikuti jejak kakak yang sudah mahir, apalagi ini hari pertamaku sekolah...sebuah tantangan yang luar biasa bagiku. Padahal saat itu jalanan tidak dalam kondisi licin..hemmm terbayang dalam benakku kalau musim hujan bagaimana meniti jalan ini. 
Jalanan turun naik ini selain kecil juga rimbun, karena kiri dan kanan jalannya adalah kebun-kebun yang lebat dan pohon-pohonnya cukup tinggi, bahkan saat mendekat ke sungai kiri kanan jalannya adalah tebing yang cukup tinggi sehingga jika saja kami tidak waspada maka bisa terpeleset dan terperosok ke tebing…(serem deh kalau dibayangin).
 Satu jam setengah berlalu dari kami berangkat, tibalah kami di tempat mobil mangkal yang selalu setia mengangkut kami untuk sampai di sekolah.  Bahagia rasanya jika kami bisa duduk manis paling pinggir sehingga bisa menghirup udara pagi yang segar...ya mobil colt tua itu setiap pagi membawa kami bersama ibu-ibu yang akan belanja ke pasar untuk warungnya.
Bekal uang yang ibu berikan untuk kami sekolah, cukup untuk bolak-balik naik kendaraan dan sedikit untuk jajan...Alhamdulillah kami terlatih untuk tidak jajan di sekolah walaupun kami dalam kondisi capek, lelah,  dan haus...karena memang sudah biasa gak dikasih uang jajan. Bisa berangkat sekolah aja sudah sangat bersyukur….
Tak terasa waktu cepat berlalu,....hari, minggu,  dan bulan cepat sekali berganti, tiga bulan sudah masa adaptasi itu berjalan mulus tanpa rintangan yang berarti.   Alhamdulillah perjalanan berangkat ke dan dari sekolah berjalan lancar. Kerikil-kerikil kecil mulai terasa saat memasuki bulan keempat sekolah,di mana musim hujan sudah mulai datang.  
Suatu hari, hujan turun  dari selepas Isya hingga subuh menjelang, ….aku merajuk ke ibu untuk diizinkan tidak masuk sekolah hari itu;  
“Bu,...boleh, kan!  kalau aku hari ini gak masuk sekolah?  Dari pertama aku sekolah belum pernah sekali pun bolos”....ibuku hanya tersenyum sipu dan menjawab rayuanku…”Ini belum seberapa, nak!..berjuanglah….nikmati dan syukuri hujan hari ini sebagai ujian pertama agar kamu naik kelas di mata Allah…., contohlah kakak!...tiga tahun berlalu tidak pernah bolos hanya karena hujan, dia selalu bersemangat untuk sekolah.”
“Aaah...Ibu!....ya sudahlah..kalau itu maunya Ibu...aku sekolah” jawabku sambil ngeloyor mengambil tas dan sepatu yang sudah disiapkan oleh ibu dan sudah dimasukkannya ke dalam kresek hitam.” 
Subuh itu kami berangkat tanpa alas kaki alias nyeker,  ...jalanan yang licin, sempit,  dan turunan yang curam...membuatku harus lebih fokus dan butuh konsentrasi yang tinggi menjaga keseimbangan antara berat tubuh dan daya cengkram telapak kaki di jalan yang super duper licin.  Aku berusaha mengikuti irama langkah kakakku yang jalan di depanku….
“Huaaaahhhhhhh……pinter banget si kakak jalannya, tunggu aku Kak! Aku gak bisa jalan….aku takut jatuh”, pekikku sambil menahan tangis…..
“Ayooo…..belajar,     ikutin bagaimana kakak jalan”....teriakkan balasan kakakku dari bawah...
”Aku gak bisa Kak!”.....aku teriak kembali sampai akhirnya nangis….rasa yang berat di dada akhirnya pecah juga ...bulir-bulir kecil dari pelupuk mataku keluar deras…..aku terisak, sambil berucap lirih..”aku gak bisa kak, …..kakiku gemeter….aku balik aja…ya!”
Beberapa waktu kemudian, aku liat kakaku berjalan ke arahku sambil berujar..”Ayuk lah! sini kakak pegangin ...kita jalan pelan-pelan aja..sampai bawah sana….”  Di kegelapan subuh, diiringi rintik hujan dan naungan payung tua, ...aku berusaha mengikuti cara kakaku membimbingku jalan….”Ya Allah…..” gumamku...menghela nafas panjang karena punggungku terasa sakit dan pegal,  saking menahan dan menunduk terus menerus walaupun aku juga sudah berusaha memegang tangan kakaku dengan sekeras-kerasnya.
Akhirnya usai juga turunan pertama terselesaikan….selamat aku sampai di tempat datar.
Tapi ternyata...tak berakhir disitu, setelah turunan pertama usai….jalan lurus hanya beberapa saat  saja, ketemu lagi dengan turunan yang lebih curam….aku menghela nafas panjang kembali…”Huaaaahhhhhh….” Pikiranku diliputi hal-hal negatif tentang kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi seandainya aku tak bisa melewati dengan benar.
“Bismillah……” gumamku sambil memulai meniti satu persatu turunan itu….belum ada setengah turunan selesai, perasaanku kembali terganggu dengan suara gemuruh air sungai diujung tebing ….perassaanku semakin menggelora, rasa takutku tak terelakkan lagi,,,,Sementara itu, kakaku asyk sendiri berada di depanku sambil menjelaskan bagaimana cara jalan yang benar saat jalan menurun.   Dia bilang, tubuhnya dibuat miring ke kiri..sehingga jalannya dimulai dengan langkah kaki sebelah kanan untuk meniti di langkah pertama….Terus demikian selanjutnya diikuti oleh kaki kirinya…..”Aaaaaah…..susah ternyata melewati tantangan ini”....gumamku dalam hati….
Tak sampai titian ke tujuh melewati turunan itu….tak terelakkan lagi...kaki kananku yang diminta lebih dulu melangkah tak kuasa lagi menahan berat tubuhku...sehingga….sreeeeeet…..meniti jalan licin itu kepeleset..ke bawah dan tidak ada tenaga untuk menahan kaki kirinya...yang dengan sendirinya mengikuti dengan latah ke arah bawah….dan akhirnya…..Blug tubuhku terhempas di ujung turunan...hampir menabrak kakaku yang sudah menunggunya di bawah…..
“Aaaauuuu…..teriakku sambil kutangkap kaki kakaku yang ada persis di depanku.  Saat aku terjerembab ke bawah tadi….kaget, cemas, takut, dan sedih campur menjadi satu….maka pecahlah tangisku semakin keras,,,,sambil merasakan sakit di beberapa bagian tubuh yang terhempas tadi.
“Ayuk bangun!…..ini latihan pertamamu...pasti lain kali akan lebih pintar….” kakakku berujar lirih….
Aku masih shock...dan kaget….tapi...dibalik itu hati kecilku mengakui kehebatan kakaku yang selama ini tidak pernah kudengar keluhannya, padahal tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar….pasti hujan dan panas sudah menjadi santapannya saat melewati masa sekolah SMP dulu.
“Aaah..ternyata aku cengeng sekali” Gumamku dalam hati…., padahal bapak selalu mengingatkanku, “Berjuanglah kalau kamu ingin menjadi orang yang berhasil...Kalian terlahir dari keluarga yang sederhana dan tinggal di kmapung, tapi Bapak punya keyakinan ...In Sya Allah Bapak bisa mengantarkan kalian ke perguruan tinggi..tidak seperti Bapak dan Ibumu.”.....
Tiba-tiba aku merasa malu..dan kemudian berhenti menangis…., pelan-pelan aku berusaha bangun dari posisi duduk dan kakakku membantuku menjulurkan tangannya.   
“Gimana mau lanjut gak?” kakakku bijak bertanya….
“Ayuk Kak, ...aku lanjut aja….hari ini aku ada ulangan matematika….sayang kalau aku gak ikut...persiapanku sudah matang”
Aku ...bingung juga….kekuatan dan semangatku tiba-tiba bergelora dan...aku meyakinkan kakakku untuk lanjut sekolah walau rok seragamku dalam kondisi kotor dan agak basah.
“Ya sudah,,,,yuk kita lanjutkan...abis ini berbahagialah karena kita akan jalan menanjak….setelah melewati jembatan itu” Kakakku menunjuk jembatan yang akan kita lewati.  “Aku dituntun ya, Kak!” sahutku...sambil memulai kembali untuk melanjutkan perjalanan.
Alhamdulillah jembatan terlewati dengan mudah...hemmm..padahal air sungainya cukup  besar dan deras….tapi kakakku mensugestiku dengan bercerita sehingga aku tidak fokus dengan air yang ada di bawahku.
Tanjakan ternyata lebih mudah dilewati dari pada turunan, walaupun kadang-kadang selip juga tuh kaki,...15 menit kemudian,,,tanjakan berakhir juga..dan jalan panjang lurus menanti untuk dilewati.   sambil jalan aku mencoba lirik kiri dan kanan barangkali ada air yang bisa kupakai untuk mencuci rokku.   
Tak terasa sampailah di tempat biasa kami mencuci kaki dan bersepatu...sungai menjadi pilihan kami...karena itulah tempat terdekat dengan mobil yang senantiasa mengangkut kami ke sekolah.  Cukup lama aku di sungai….karena sekalian mencuci rokku yang kotor. Kakakku sabar menungguku sambil sesekali melirik ke mobil memastikan kalau masih ada dan belum penuh.
Hari itu sedikit berbeda dengan biasanya….aku agak siang sampai ke sekolah...pintu gerbang sudah dibuka sama Mang Ocih ..padahal biasanya kalau tidak ada insiden...aku  dipastikan selalu datang lebih pagi..dari temen-temenku yang ada di kota, walaupun rumahku sangat jauh dari sekolah.
“Alhamdulillah ...ayuk kita mampir di rumah Bi Iklim”...Ibu menarik tanganku dan seketika aku terkaget dari lamunanku...ternyata aku sudah berjalan cukup jauh melewati turunan dan tanjakan...tadi aku asyk sendiri mengenang masa laluku sambil mengiringi ibu dan Uwakku jalan di depanku.















































Tidak ada komentar:

Tips Menulis Karya Tulis Sederhana

Bismillahirohmanirrohiim... Membuat Karya Tulis walaupun sederhana, ternyata butuh perjuangan untuk menyelesaikannya. Ketekunan dalam...